Jumat, 14 November 2008

Situs Tondowongso: Warisan Klasik Indonesia

Oleh Vico

Pengantar
“Mahakarya di Kaki Kelud”, demikian judul sebuah artikel di Koran Tempo, mengisahkan penemuan 14 benda purbakala di pertengahan bulan Januari hingga awal Maret 2007 berupa tiga belas arca dan satu bangunan yang diperkirakan sebagai patirtan, yaitu kolam pemandian kuno di Dusun Tondowongso, Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri. Enam arca yang pertama kali ditemukan (berdasarkan urutan penemuannya) adalah arca Dewa Brahma, Lembu Andini, Dewi Durga Mahesa Sura Mandini, Yoni, Arca Syiwa Catur Muka dan arca Nandiswara. Penemuan berikutnya adalah Patirtan, disusul kemudian tujuh arca, yaitu alat perang gada, arca Dewi Dursonolo, arca Narada, arca Surya, arca Nyowo Dipati, arca Brahma, dan arca Gada Rujakpolo. Selain itu, ditemukan pula lima bangunan menyerupai altar dimana di puncak altar itu terdapat arca-arca tersebut, dan empat candi dengan satu candi induk. Situs seluas hampir 1, 06 hektar ini disebut penemuan arkeologi terbesar dalam 30 tahun terakhir setelah Prambanan (Yogyakarta) dan Penataran (Blitar).
Bagi saya, penemuan ini sungguh sesuatu yang luar biasa karena secara bertahap terkuak misteri kehidupan masyarakat di masa lalu, yaitu di abad ke-11 Masehi, khususnya bagaimana otoritas agama Hindu cukup berpengaruh pada masa itu. Selain itu, penemuan situs ini juga merupakan bagian dari penggalian kekayaan seni arsitektur sebagai warisan luhur bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, saya mencoba memetakan konteks situs itu dalam periodisasi sejarah awal bangsa Indonesia.

Konteks Situs Dalam Periodisasi Sejarah
Situs Tondowongso yang berlokasi di kabupaten Kediri, Jawa Timur dengan arca-arca bernuansa Hindu, seperti arca Syiwa, Brahma, Lembu Andini dan gaya arsitektur candi itu menunjukkan bahwa situs itu didirikan sekitar abad XI tidak lama setelah Kerajaan Hindu di Jawa Tengah berimigrasi ke Jawa Timur pada abad sebelumnya. Masa itu merupakan bagian dari zaman Klasik Madya sekitar tahun 900 M – 1250 M. Jaman itu merupakan bagian dari deretan periodisasi sejarah awal Indonesia yang terbagi dalam zaman prasejarah awal (2 juta-10 ribu SM), prasejarah akhir (10 ribu SM-200 M), protosejarah (200 M-600 M), Klasik Awal (600 M-900 M), Klasik Madya (900 M-1250 M), Klasik Akhir (1250 M-1500 M), dan Islam Awal (1500 M-1600 M). Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi di Jawa pada masa itu, diantaranya adalah menghilangnya kerajaan di Jawa Tengah, dan munculnya kerajaan-kerajaan baru di Jawa Timur, yang terpenting Kediri; kesusasteraan keraton Kediri mencapai zaman keemasannya, misalnya Kakawin, Bharatayuda yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, dan Smaradahana ; seni pahat Kediri menyimpang dari gaya Jawa Tengah: lebih kaku, dan tampak berfungsi untuk upacara pemakaman; di bidang agama, raja-raja Kediri mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu atau dewa pilihannya sendiri. Dengan demikian tampak bahwa situs Tondowongso ini bisa dikatakan merupakan bagian dari kejayaan pada masa Kerajaan Kediri sehingga ciri-ciri seni arsitekturnya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Kerajaan Kediri.

Makna Seni Arsitektur Situs Tondowongso
Karena situs ini masih tergolong baru dan penamaan tiap arca dilakukan oleh warga setempat serta pengumpulan dan pengolahan data-data informasi masih dalam perkembangan , saya hendak menempatkan pemaknaan benda-benda temuan itu dalam konteks sejarah sebelumnya, yaitu sejarah klasik awal dan sejarah klasik madya.
Ciri seni arsitektur yang terdapat pada penemuan benda-benda arkeologis di situs Tondowongso, menurut saya tidak terlepas dari praktik keagamaan masyarakat saat itu, yaitu agama Hindu. Hal ini tampak dari arca-arca yang ditemukan, yaitu arca Brahma sebagai lambang Sang Pencipta, arca Syiwa yang melambangkan Sang Perusak, lembu Andini, tunggangan Syiwa, Nandiswara sebagai penjaga Sang Trimurti (Brahma, Wisnu, dan Syiwa), bangunan altar sebagai pusat peribadatan masyarakat pada sesembahan mereka, yaitu Trimurti, dan candi yang berbentuk seperti candi Tikus yang ukurannya menyamai Candi Prambanan sebagai bentuk penghormatan masyarakat pada para penguasa yang telah meninggal.
Seni Arca Hindu jaman Klasik Awal dibuat dengan patokan keindahan sebagaimana dijelaskan dalam kitab pedoman Sansekerta, yaitu apa-apa saja yang diperbolehkan untuk patung-patung keagamaan. Namun, arca Hindu Jawa mempunyai kecenderungan memperkecil bentuk badan sehingga nampak menggairahkan. Hal ini tidaklah mengherankan karena selera Jawa menganggap bahwa kerampingan badan adalah salah satu syarat keindahan.
Mengenai candi, kebanyakan candi di Jawa Timur digunakan untuk menghormati orang-orang golongan penguasa yang meninggal. Agama di Jawa Timur memusatkan perhatian pada pembebasan jiwa (moksha) sebagai keadaan jiwa yang bersatu kembali dengan seorang dewa yang untuk sementara waktu terpisah dari dirinya. Oleh karena itu, arsitektur dirancang untuk menyelenggarakan upacara itu. Demikian pula seni arsitek bangunan candi di situs Tondowulan nampaknya dimaksudkan untuk itu. Selain itu candi juga disebut sebagai gunung tempat tinggal para dewa, khususnya dewa Syiwa atau Wisnu. Oleh karena gunung merupakan lambang alam semesta, candi dipuja dan disembah sebagai lambang alam semesta.

Apa arti benda-benda purbakala itu bagi zaman ini?
Secara singkat, adanya penemuan benda-benda bersejarah itu membuktikan pertama, adanya kebesaran dan kemegahan nilai-nilai budaya pada masa lampau yang terletak di tanah Indonesia dan menjadi milik bangsa ini. Namun, tidak cukup hanya mengagumi saja kebesaran itu, melainkan berusaha mencintai dengan mendalami secara sungguh pengetahuan tentang perkembangan sejarah awal masa lalu bangsa ini dan mengupayakan kelestariannya dengan membangun sikap menghargai dan merawat benda-benda itu. Kedua, kemunculan benda-benda itu di depan mata kita hendak menyampaikan pesan bahwa mereka pun bagian dari harta kekayaan bangsa ini sekaligus mengingatkan kembali akan identitas bangsa ini. Ketiga, kemunculan benda-benda dari masa lalu ini menegaskan adanya hubungan yang tak terputus antara masa lampau dengan masa kini. Keempat, bentuk arca dan bangunan candi yang hinduistik memperlihatkan adanya keyakinan yang mengagumkan akan kekuatan transendental yang menaungi mereka, menjaga mereka, dan memberi kehidupan bagi mereka, sehingga sebagai perwujudan keyakinan yang mendalam akan hal itu dibuatlah arca dan candi sebagai sarana penyatuan dengan Yang Transenden.

Tidak ada komentar: