Vico SJ
Pengantar
Karl Rahner (1904—1984) dikenal sebagai seorang teolog Jerman, salah satu teolog Katolik Roma yang paling berpengaruh di abad ke-20. Sebelum karya-karya teologinya yang terkenal, Theological Investigations (Selections from Schriften zur Theologie) (1938-1985) muncul, ia terlebih dahulu membuat karya filosofis dalam bukunya yang pertama, Geist in Welt (Spirit in The World) di tahun 1939. Karya itu sebenarnya merupakan desertasi doktoralnya yang dulu pernah ditolak, namun diterbitkan di tahun 1939.
Konteks pemikiran pada zamannya saat itu adalah adanya jalur pemikiran yang mengusung kembali jaman keemasan sebelumnya, yaitu zaman ‘skolastisisme’ Abad Pertengahan yang kemudian disebut sebagai neo-skolastisisme. Aliran ini mendasarkan dirinya pada sistem filsafat dan teologi Thomas Aquinas. Aliran skolastisisme ini mempunyai corak sistem yang sangat terstruktur, tertutup, mengesampingkan dunia modern dan hambatan intelektual yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, Rahner berusaha untuk membuka neo-skolastisisme ini dengan argumen bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak mesti rapi terstruktur, tetap ada ruang –ruang baru untuk tumbuhnya ide-ide baru, pemikiran baru, serta keterlibatan dalam dunia modern.
Pemikiran Rahner
Karyanya, Spirit in The World ini sering dikatakan sebagai interpretasi atas karya Thomas Aquinas dengan kaca mata Kant dan post-Kantian di bawah pengaruh Joseph Maréchal dan sedikit dari Martin Hedegger. Ia berangkat dari apa yang disangkal Kant, yaitu metafisika sebagai pengetahuan adalah tidak mungkin. Namun, baginya, Metafisika sebagai pengetahuan adalah mungkin. Argumennya ini didasarkan atas interpretasi Summa Theologia-nya Thomas Aquinas artikel 7, pertanyaan 84 dari Prima Pas: “Can the intellec know anything through the intellegible species which it possesses, without turning to the phantasms?” (Dapatkah budi mengetahui segala sesuatu melalui jenis atau macam hal yang dapat dimengerti tanpa berubah atau beralih ke phantasme—sebuah ilusi?). Selanjutnya dalam bukunya—Spirit in the World, ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut: bagaimana metafisika mungkin terberikan jika segala pengetahuan kita berakar di dalam dunia. Menurutnya, metafisika merupakan pengetahuan yang melampaui dunia, suatu pengetahuan tentang Ada dan Allah. Sedangkan dunia adalah sebuah realitas yang dapat diraih atau dialami oleh pengalaman manusia. Kemudian ia bertanya: jika pengetahuan manusia mulai dengan dan tetap terperangkap dalam dunia ruang dan waktu sehingga dunia dikenal melalui indera, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui sesuatu yang melampaui ruang dan waktu dan segala persepsi inderawi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ia mengajukan konsep Vorgriff auf esse, yaitu suatu kondisi kemungkinan atau posibilitas akan suatu pengetahuan tentang dunia, sebuah pre-apprehend of being (prapemahaman tentang pengada). Menurutnya, prapemahaman tentang pengada merupakan kondisi yang mungkin dari semua proses pemahaman kita. Artinya, ketika kita mengenali, memilih, dan memahami beberapa objek yang partikular atau khusus atau menghendaki nilai-nilai yang sifatnya terbatas, kita selalu terarah pada suatu pengada yang tak terbatas melampaui hal-hal yang partikular dan yang bersifat terbatas itu, dan hanya karena pelampauan inilah kita bisa mengenali atau memilih objek individual yang terbatas. Lebih jauh lagi, ketika kita terarah pada keseluruhan yang ada itu, kita juga menjangkau ke arah Allah.
Untuk menjelaskan Vorgriff tersebut, Rahner mendasarkan diri pada tiga gambaran tentang Vorgriff. Gambaran pertama—dengan mengambil konsep dari Heidegger—adalah bahwa kita menyadari pengada yang tak terbatas sebagai horison atau cakrawala pengetahuan kita yang terbatas. Sebuah kesadaran akan pengada yang tak terbatas dan akan Allah membentuk sebuah latar belakang dan niscaya bagi pengetahuan kita tentang objek-objek partikular yang terletak di latar depan kesadaran kita. Gambaran kedua—mengambil konsep Aquinas—adalah bahwa Vorgriff adalah cahaya yang menerangi objek-objek individual sehingga memungkinkan budi kita dapat menangkap mereka. Dengan demikian, kesadaran kita akan Allah memungkinkan kita mengetahui Allah. Gambaran ketiga—mengambil konsep Maréchal—adalah bahwa kita mempunyai dinamisme dalam pikiran, suatu dorongan dasar untuk bergerak dari semua objek terbatas menuju yang tak terbatas dan Allah. Dinamisme dalam pikiran ini merupakan syarat pengetahuan.
Tanggapan
Rahner, dalam menjelaskan metafisika pengetahuannya selalu bertitik tolak pada kesadaran akan objek-objek individual yang terbatas untuk menuju kepada pengada yang tak terbatas dan Allah. Dengan kata lain, pemahaman akan pengada yang tak terbatas dan akan Allah selalu terkait dengan pengetahuan akan pengada-pengada yang terbatas. Kesadaran ini oleh Rahner disebut Vorgriff, yaitu suatu kondisi kemungkinan akan suatu pengetahuan tentang dunia. Vorgriff inilah—sebagai sebuah prapemahaman akan suatu pengada—yang memungkinkan kita mengenali pengada yang tak terbatas dan Allah melalui objek-objek yang terbatas. Jadi, menurut saya Vorgriff ini menyerupai istilah Kant, a priori, suatu perangkat dalam budi untuk menjangkau pengetahuan tentang hal-hal di luar partikulatitas dunia ini. Dalam hal ini, saya melihat bahwa Rahner tetap menggunakan kemampuan rasio atau budi untuk menjangkau pengetahuan metafisis yang melampaui pengetahuan tentang hal-hal yang partikular, konkret, dan terbatas—yang bagi Kant adalah tidak mungkin.
PenutupPengantar
Karl Rahner (1904—1984) dikenal sebagai seorang teolog Jerman, salah satu teolog Katolik Roma yang paling berpengaruh di abad ke-20. Sebelum karya-karya teologinya yang terkenal, Theological Investigations (Selections from Schriften zur Theologie) (1938-1985) muncul, ia terlebih dahulu membuat karya filosofis dalam bukunya yang pertama, Geist in Welt (Spirit in The World) di tahun 1939. Karya itu sebenarnya merupakan desertasi doktoralnya yang dulu pernah ditolak, namun diterbitkan di tahun 1939.
Konteks pemikiran pada zamannya saat itu adalah adanya jalur pemikiran yang mengusung kembali jaman keemasan sebelumnya, yaitu zaman ‘skolastisisme’ Abad Pertengahan yang kemudian disebut sebagai neo-skolastisisme. Aliran ini mendasarkan dirinya pada sistem filsafat dan teologi Thomas Aquinas. Aliran skolastisisme ini mempunyai corak sistem yang sangat terstruktur, tertutup, mengesampingkan dunia modern dan hambatan intelektual yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, Rahner berusaha untuk membuka neo-skolastisisme ini dengan argumen bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak mesti rapi terstruktur, tetap ada ruang –ruang baru untuk tumbuhnya ide-ide baru, pemikiran baru, serta keterlibatan dalam dunia modern.
Pemikiran Rahner
Karyanya, Spirit in The World ini sering dikatakan sebagai interpretasi atas karya Thomas Aquinas dengan kaca mata Kant dan post-Kantian di bawah pengaruh Joseph Maréchal dan sedikit dari Martin Hedegger. Ia berangkat dari apa yang disangkal Kant, yaitu metafisika sebagai pengetahuan adalah tidak mungkin. Namun, baginya, Metafisika sebagai pengetahuan adalah mungkin. Argumennya ini didasarkan atas interpretasi Summa Theologia-nya Thomas Aquinas artikel 7, pertanyaan 84 dari Prima Pas: “Can the intellec know anything through the intellegible species which it possesses, without turning to the phantasms?” (Dapatkah budi mengetahui segala sesuatu melalui jenis atau macam hal yang dapat dimengerti tanpa berubah atau beralih ke phantasme—sebuah ilusi?). Selanjutnya dalam bukunya—Spirit in the World, ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut: bagaimana metafisika mungkin terberikan jika segala pengetahuan kita berakar di dalam dunia. Menurutnya, metafisika merupakan pengetahuan yang melampaui dunia, suatu pengetahuan tentang Ada dan Allah. Sedangkan dunia adalah sebuah realitas yang dapat diraih atau dialami oleh pengalaman manusia. Kemudian ia bertanya: jika pengetahuan manusia mulai dengan dan tetap terperangkap dalam dunia ruang dan waktu sehingga dunia dikenal melalui indera, bagaimana mungkin kita dapat mengetahui sesuatu yang melampaui ruang dan waktu dan segala persepsi inderawi?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ia mengajukan konsep Vorgriff auf esse, yaitu suatu kondisi kemungkinan atau posibilitas akan suatu pengetahuan tentang dunia, sebuah pre-apprehend of being (prapemahaman tentang pengada). Menurutnya, prapemahaman tentang pengada merupakan kondisi yang mungkin dari semua proses pemahaman kita. Artinya, ketika kita mengenali, memilih, dan memahami beberapa objek yang partikular atau khusus atau menghendaki nilai-nilai yang sifatnya terbatas, kita selalu terarah pada suatu pengada yang tak terbatas melampaui hal-hal yang partikular dan yang bersifat terbatas itu, dan hanya karena pelampauan inilah kita bisa mengenali atau memilih objek individual yang terbatas. Lebih jauh lagi, ketika kita terarah pada keseluruhan yang ada itu, kita juga menjangkau ke arah Allah.
Untuk menjelaskan Vorgriff tersebut, Rahner mendasarkan diri pada tiga gambaran tentang Vorgriff. Gambaran pertama—dengan mengambil konsep dari Heidegger—adalah bahwa kita menyadari pengada yang tak terbatas sebagai horison atau cakrawala pengetahuan kita yang terbatas. Sebuah kesadaran akan pengada yang tak terbatas dan akan Allah membentuk sebuah latar belakang dan niscaya bagi pengetahuan kita tentang objek-objek partikular yang terletak di latar depan kesadaran kita. Gambaran kedua—mengambil konsep Aquinas—adalah bahwa Vorgriff adalah cahaya yang menerangi objek-objek individual sehingga memungkinkan budi kita dapat menangkap mereka. Dengan demikian, kesadaran kita akan Allah memungkinkan kita mengetahui Allah. Gambaran ketiga—mengambil konsep Maréchal—adalah bahwa kita mempunyai dinamisme dalam pikiran, suatu dorongan dasar untuk bergerak dari semua objek terbatas menuju yang tak terbatas dan Allah. Dinamisme dalam pikiran ini merupakan syarat pengetahuan.
Tanggapan
Rahner, dalam menjelaskan metafisika pengetahuannya selalu bertitik tolak pada kesadaran akan objek-objek individual yang terbatas untuk menuju kepada pengada yang tak terbatas dan Allah. Dengan kata lain, pemahaman akan pengada yang tak terbatas dan akan Allah selalu terkait dengan pengetahuan akan pengada-pengada yang terbatas. Kesadaran ini oleh Rahner disebut Vorgriff, yaitu suatu kondisi kemungkinan akan suatu pengetahuan tentang dunia. Vorgriff inilah—sebagai sebuah prapemahaman akan suatu pengada—yang memungkinkan kita mengenali pengada yang tak terbatas dan Allah melalui objek-objek yang terbatas. Jadi, menurut saya Vorgriff ini menyerupai istilah Kant, a priori, suatu perangkat dalam budi untuk menjangkau pengetahuan tentang hal-hal di luar partikulatitas dunia ini. Dalam hal ini, saya melihat bahwa Rahner tetap menggunakan kemampuan rasio atau budi untuk menjangkau pengetahuan metafisis yang melampaui pengetahuan tentang hal-hal yang partikular, konkret, dan terbatas—yang bagi Kant adalah tidak mungkin.
Pengetahuan akan hal-hal yang tak terbatas yang melampaui pengetahuan akan partikularitas dunia ini adalah mungkin bagi kita, manusia. Mengapa? Karena kita memiliki Vorgriff yang memungkinkan kita mengenal hal-hal yang tak terbatas dan Allah. Meskipun tidak secara langsung kita bisa sampai pada pengada yang tak terbatas dan Allah, toh kita pun tetap bisa mengenalinya karena kita pun mempunyai sisi transendental dan suatu receptive knowledge untuk mengetahui hal-hal di luar diri kita. Dengan demikian, Rahner hendak menunjukkan pada kita suatu daya rohani yang dimiliki manusia untuk sampai pada pengetahuan akan hal yang tak terbatas.
Sumber Acuan
Hadi, P. Hardono (penterjemah), 2001, Karl Rahner, Yogyakarta: Kanisius.
Kilby, Karen, 2004, Karl Rahner: Theology and Philosophy, London and New York:Routledge.
en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Mar%C3%A9chal (diambil hari Minggu, 20 Mei 2007)
Sumber Acuan
Hadi, P. Hardono (penterjemah), 2001, Karl Rahner, Yogyakarta: Kanisius.
Kilby, Karen, 2004, Karl Rahner: Theology and Philosophy, London and New York:Routledge.
en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Mar%C3%A9chal (diambil hari Minggu, 20 Mei 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar