Jumat, 18 Februari 2011

Wayang: Perannya dalam kehidupan manusia

Selasa sore, 8 Februari, saat istirahat di sela tennis, saya menanyakan pendapat Pak Dalijo, usia 70 th tentang wayang: apa peran wayang bagi kehidupan orang Yogya dan bagi beliau. Menurut beliau, wayang berisi tentang filosofi kehidupan. Segala watak manusia terwakili dalam tokoh-tokoh wayang. Demikian pula kebajikan dan kearifan manusia ditonjolkan di situ. Dengan melihat wayang, kita dapat melihat pula watak diri kita sendiri. Selain itu, kita bisa memiliki panutan tokoh yang memiliki watak dan kepribadian ideal yang kita inginkan atau harapkan. Bagi Beliau tokoh wayang yang ia gemari adalah Bima atau Werkodara, tokoh Pandawa. Menurutnya, Bima atau Werkodara adalah tokoh yang dikenal dengan kejujurannya, ceplas-ceplos, apa yang ada di hatinya itulah yang ia katakan. Bima adalah tokoh yang apa adanya, tidak dibuat-buat, bahkan tidak segan-segan bicara ‘ngoko’ kepada orang yang lebih tua darinya.

Memang di rumahnya tidak terpasang gambar wayang, namun Pak Dalijo ini memahami peran wayang dalam kehidupan orang-orang Yogya. Menurutnya, melalui “lakon” wayang, seorang dalang bisa menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah, terhadap perilaku masyarakat dan situasi masyarakat kini yang sedang menjadi pembicaraan utama, lalu diakhiri dengan semacam ‘refleksi’ yang diungkapkan dalam pertobatan atau pencerahan yang dialami tokoh-tokoh utama wayang yang sedang di-“lakon”-kan. Pesan dari “lakon” wayang yang ditampilkan itu diharapkan ditangkap dan direnungkan oleh para pendengarnya waktu itu sehingga diharapkan pula para pendengar tersebut mulai memikirkan langkah-langkah baru dalam kehidupannya agar semakin menjadi baik.

Pendapat Pak Wahyu, 40-an tahun, yang saya wawancarai pada hari sabtu, 5 Februari kemarin, tentang wayang hampir senada dengan Pak Dalijo ini. Beliau mengemukakan pendapatnya bahwa masing-masing tokoh wayang memiliki peran dan tugas masing-masing. Misalnya Semar, yang adalah saudara Batara Guru, bertugas di dunia untuk mendampingi manusia. Ketika Batara Guru melakukan kesalahan, ia menegur adiknya itu. Demikian halnya ketika pandawa telah salah jalan, ia menasihati mereka agar segera bertobat. Peran dan tugas masing-masing hendaknya dijalankan dengan setia agar tercipta keselarasan dan keharmonisan. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, akan terjadi kekacauan. Misalnya, “lakon” Petruk yang ingin jadi raja. Tentu pemerintahan tersebut mengikuti gaya Petruk. Karena Petruk berperan bukan sebagai seorang negarawan, maka pemerintahannya menjadi kacau.

Demikian nyata bahwa wayang memiliki peran dalam kehidupan masyarakat menurut kedua responden tersebut. Meski keberadaannya hanyalah sebagai mitos, namun perannya melalui berbagai macam karakter dan sifat tokoh-tokoh wayang dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta.